Welcome, guest! Login / Register - Why register?
Psst.. new poll here.
[email protected] webmail now available. Want one? Go here.
Cannot use outlook/hotmail/live here to register as they blocking our mail servers. #microsoftdeez
Obey the Epel!

Paste

Pasted as Plain Text by pendekar_daun ( 11 years ago )
Alkisah terdapat suatu negeri di dunia antah berantah, negeri tersebut memiliki banyak sekali perkampungan. Setiap kampung terdapat beragam aktivitas masyarakat, mulai dari jual beli, sekolahan, restoran, hingga perguruan silat. Untuk menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat, dibentuklah satuan tugas pelindung masyarakat yang direstui oleh segenap pengurus kampung dan kepala kampung. Kampung yang ada dalam cerita tersebut bernama 'kampoeng daun'. Mengapa disebut 'kampoeng daun'?karena kampung tersebut serba hijau, keindahan alamnya tiada terkira.

Aktivitas masyarakat kampoeng daun juga beragam, sejak pagi hingga malam hari. Di kampoeng daun, terdapat beragam perguruan silat. Perguruan-perguruan silat tersebut ada yang berdiri sejak puluhan tahun, namun ada juga yang baru berdiri beberapa tahun dan beberapa bulan. Prestasi dan sepak terjang kepopuleran perguruan silat berganti setiap tahun seiring dengan pertumbuhan generasi. Anggota-anggota perguruan silat tersebut pun ada yang tetap melanjutkan kiprahnya sebagai jagoan silat, ada yang berpindah profesi sesuai tuntutan hidup, bahkan ada yang memutuskan berhenti dan melupakan ilmu silatnya untuk mengadu nasib membuka usaha salon (heh?). Layaknya para pendekar, antar perguruan silan dalam kampung tidak jarang bertarung satu sama lain, saling adu ilmu, saling serang perguruan silat, dan bahkan saling menghancurkan hingga anggota-anggotanya pada kocar kacir. 

Dinas keamanan kampung cukup dekat dengan beberapa perguruan silat, anggota dinas keamanan ada yang bertugas menjaga perdamaian seluruh negeri (keluar kampung), dan ada juga yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri. Namun sayangnya, masyarakat kampoeng daun tidak begitu memperdulikan keberadaan dinas keamanan tersebut. Bahkan dinas keamanan tersebut nyaris saja dibubarkan karena masyarakat kampoeng daun tidak merasakan manfaat apapun, internal dinas keamanan pun pernah disinyalir tidak kompak dan mereka saling adu urat saraf dengan lembaga desa yang lain atas keberadaan mereka. Saking susahnya, dinas keamanan terpaksa harus membawa air minum sendiri karena kantor mereka tidak mendapatkan sokongan dana dari pengurus desa untuk membeli galon air minum. Intinya, dinas keamanan membutuhkan 'pengakuan' dari masyarakat bahwa mereka dibutuhkan.

Para pendekar kampoeng daun kerap berkumpul di warung-warung kopi pada malam hari, diantara para pendekar tersebut banyak yang berasal dari perguruan silat berbeda, mereka saling berkumpul selepas bekerja melepas lelah untuk saling bertegur sapa, membahas gosip yang beredar di desa, menceritakan aksi perguruan silat lain, bahkan tidak jarang bersama-sama mencoba ketangguhan suatu perguruan silat baik yang ada didalam kampoeng daun maupun diluar kampoeng daun. Warung kopi tempat berkumpulnya para pendekar bukan cuma satu, tapi ada banyak. Dan yang ikut berkumpul bukan hanya dari satu generasi, tapi lintas generasi. Warung kopi tempat berkumpulnya para pendekar, maupun ex-pendekar, ada yang terlihat di depan publik maupun tertutup dari pengetahuan publik, alias tersembunyi dan terletak di dalam hutan yang remang-remang. Diantara tempat remang-remang tersebut adalah warung 'babi ngepet', entah darimana nama tersebut berasal namun tempat tersebut kerap menjadi ajang berkumpul favorite pendekar-pendekar masa lalu. Anggota warung kopi babi ngepet pun tidak jarang berbuat jahil walaupun usia mereka sudah bangkotan, baik terhadap anak-anak muda perguruan silat hingga menjahili nenek-nenek.

Pada suatu ketika, tersebar berita panas dalam koran desa mengenai perbuatan semena-mena kampung lain, yaitu 'kampung pelarian'. Masyarakat kampoeng daun terlibat pro dan kontra mengenai isi berita tersebut. Didalam ruangan kantornya, salah seorang pejabat dinas keamanan ikut terbakar hatinya atas isi berita koran tersebut. Dalam koran desa terdapat halaman 'kolom warga', pejabat dinas keamanan menyuarakan aksi penyerangan terhadap 'kampung pelarian' pada salah satu pojok 'kolom warga' di koran desa. Kebetulan pada saat yang bersamaan, terdapat wacana dari beberapa pimpinan perguruan silat untuk aksi serupa. Entah bagaimana prosesnya, akhirnya tiba kesepakatan antar beberapa anggota perguruan silat lintas generasi untuk melakukan serangan terhadap 'kampung pelarian'. Dalam koran 'kolom warga' di koran desa tersebut aksi penyerangan dengan jelas didukung oleh pejabat dinas keamanan 'kampoeng daun'. Sepertinya perlu ditulis 2 kali, '...aksi penyerangan dengan jelas didukung oleh pejabat dinas keamanan...'.

Dan terjadilah malam berdarah tersebut. Aksi serangan para pendekar bukan hanya dilakukan oleh anggota perguruan silat kampoeng daun, namun juga oleh kampung-kampung lain diseluruh negeri terhadap 'kampung pelarian'. Aksi para pendekar tersebut beragam, ada yang melakukan secara gerilya alias diam-diam menggunakan topeng berwarna putih, ada yang kolaborasi antar kampung secara bersama-sama, ada yang ber-koordinasi antar perguruan silat lintas kampung, maupun yang melakukan secara terang-terangan melalui ajakan di koran-koran desa. Intinya, aksi solidaritas tersebut dilakukan oleh kampung-kampung diseluruh pelosok negeri.

Aksi tersebut menimbulkan pro dan kontra, terutama antar sesama pendekar di 'kampoeng daun'. Tentu saja tidak ada yang bisa membenarkan ataupun menyalahkan aksi tersebut, aksi tersebut disebut solidaritas dan dilakukan secara sukarela. Pada suatu hari, juga dalam pojokan kecil 'kolom warga' terdapat tulisan berbau kontra mengenai aksi tersebut. Tulisan dipojokan kecil tersebut bertujuan mengingatkan khususnya para pendekar senior yang terlibat untuk lebih berhati-hati dalam menyuarakan aksi serupa, juga mengingatkan karir / kredibilitas pendekar senior yang terlibat bisa hancur berantakan di depan publik apabila aksi tersebut dipermasalahkan dikemudian hari. Katakanlah, bisa jadi ada toko-toko dipasar yang sebelumnya tertarik dengan kelihaian para pendekar senior tersebut untuk menggunakan jasanya mengamankan toko, mengajarkan silat pada lingkungan toko / perumahan mereka, kemudian berpikir 10x dan akhirnya memutuskan untuk tidak menggunakan jasa mereka. Mungkin saja aksi para pendekar tersebut dinilai 'keren' oleh generasi muda, mendapatkan simpati dari para pelajar ataupun pendekar-pendekar muda, namun lain halnya pemikiran orang dewasa pemilik usaha seperti pertokoan.

Tanpa disadari, tulisan kecil dipojokan 'kolom warga' menjadi pusat perhatian. Tulisan tersebut menjadi buah bibir khususnya para pendekar, seperti biasa terjadi pro dan kontra atas tulisan tersebut. Dan pada saat yang bersamaan, dinas keamanan mengeluarkan ultimatum kepada seluruh warga 'kampoeng daun' untuk memperketat rumah dan toko-toko mereka karena disinyalir akan ada serangan balasan dari warga 'kampung pelarian' kepada 'kampoeng daun'. Ternyata dikabarkan oleh dinas keamanan bahwa aksi serangan para pendekar 'kampoeng daun' akan berbuah bencana bagi seluruh warga 'kampoeng daun'. Entah kabar tersebut datang darimana, namun sepertinya aksi ribuan kampung di negeri antah berantah terhadap 'kampung pelarian' akan dibalas oleh warga 'kampung pelarian'. Dan entah bagaimana ceritanya, salah satu target balasan tersebut adalah 'kampoeng daun'.

Fenomena ini menjadi bahan pembicaraan di beberapa warung kopi, ada yang secara serta merta memberitahukan anggota perguruan silatnya untuk ikut bersiap-siap, namun ada juga yang secara hati-hati melihat fenomena ini sebagai suatu 'keanehan' yang perlu dianalisis. Aksi tersebut di-'backup' oleh dinas keamanan terhadap aksi para pendekar terhadap serangan berdarah terhadap kampung pelarian, atau setidaknya di-backup oleh satu atau beberapa orang pejabat dinas keamanan kampoeng daun jika tidak dikatakan bahwa dibackup oleh dinas keamanan itu sendiri, namun setelah aksi terjadi mengapa justru dinas keamanan secara serta merta berbalik arah memberikan himbauan terhadap seluruh warga bahwa aksi balasan akan dirasakan oleh seluruh warga kampoeng daun?sebagai anggota / pejabat dinas keamanan, seharusnya sudah dapat memprediksi bahwa serangan balasan dapat terjadi. Mengapa baru menebar kecemasan kepada seluruh warga kampoeng daun atas tindakan yang di-'backup' oleh dinas keamanan itu sendiri?

Lalu muncul pertanyaan juga dalam diskusi singkat di warung kopi 'babi ngepet', apa yang akan terjadi jika serangan maha dahsyat dari 'kampung pelarian' benar-benar terlaksana dan memakan korban infrastruktur kampoeng daun serta merugikan aktivitas warga kampoeng daun secara keseluruhan? apa yang kira-kira ditulis oleh dinas keamanan dalam koran desa jika hal tersebut terjadi? bisa jadi, dalam koran desa akan tertulis pihak-pihak pendekar dan perguruan silat yang bertanggung jawab secara langsung atas serangan tersebut, seperti yang sudah diketahui bersama bahwa ajakan serangan tersebut dilakukan dan dapat diakses oleh publik manapun karena tertulis di 'kolom warga' koran desa.

Fenomena lainnya yang cukup menarik setelah para pendekar sepakat menghentikan serangan terhadap 'kampung pelarian' adalah munculnya kata-kata represif dalam 'kolom warga' oleh oknum dinas keamanan yang secara halus memecah belah perkumpulan pendekar 'kampoeng daun' atas tulisan kecil di pojokan mengenai kontra keikutsertaan para pendekar senior dalam serangan berdarah malam sebelumnya. Kata-kata represif tersebut berhasil mempengaruhi warga dan generasi pendekar muda dengan beragam kosa kata menarik.

Tentu saja pendekar yang kerap berkumpul di warung remang-remang 'babi ngepet' lebih memilih untuk tidak ikut campur lebih dalam atas aksi selanjutnya yang akan dilancarkan oleh dinas keamanan karena menurut kabar yang beredar dinas keamanan akan mengumpulkan beberapa sendi masyarakat untuk ikut serta dalam diskusi mengenai mekanisme pertahanan jika serangan 'kampung pelarian' benar-benar terjadi, berarti ada kerjaan baru bagi dinas keamanan 'kampoeng daun'. Setidaknya salah satu pendekar bersyukur bahwa rekan sesama pendekar yang bersama-sama belajar silat dahulu berhasil di-ingatkan walaupun harus melalui cara yang sangat keras, dan berharap bahwa intrik dinas keamanan memperalat pendekar senior hanyalah mitos belaka.




***** scene lain *****

Disalah satu sudut hutan terdalam, dalam kegelapan malam yang sangat pekat, dalam gubuknya yang gelap gulita, seorang pendekar kriminal selesai membaca koran desa mengenai isu kampoeng daun, warung kopi remang-remang, dinas keamanan, dsb. Sang pendekar kriminal selama ini memantau situasi dari jarak yang sangat aman, menjaga identitasnya dengan baik. Seketika dia teringat akan sesuatu dan mengeluarkan sebuah tas dari salah satu pojokan lemarinya. Tas tersebut berisi berkas-berkas beragam pihak yang sempat dijarahnya, aksinya tertutup rapat dan jikapun beredar hanyalah dianggap sebuah mitos belaka, namun atas rasa belas kasihannyalah berkas tersebut tidak pernah muncul ke masyarakat. Dan diantar berkas tersebut tertulis amplop dengan judul 'dinas keamanan kampoeng daun'.

 

Revise this Paste

Your Name: Code Language: